Pada saat sekarang ini kemajuan teknologi membuat seseorang dapat berinteraksi melalui dunia maya (media sosial) dengan orang lain yang berbeda negara. Pada proses interaksi tersebut terkadang menimbulkan perasaan/ hubungan spesial yang kemudian berlanjut pada jenjang pernikahan. Sebagaimana adanya beberapa pemberitaan WNI yang menikah dengan WNA yang dipertemukan melalui media sosial.
Perkawinan yang berbeda kewarganegaraan disebut Perkawinan Campuran.
Secara teoretis dalam Hukum Perdata Internasional dikenal dua pandangan utama yang berusaha membatasi pengertian “perkawinan campuran”, yaitu[1]:
- Pandangan yang beranggapan bahwa suatu perkawinan campuran adalah perkawinan yang berlangsung antara pihak-pihak yang berbeda domicile-nya sehingga terhadap masing-masing pihak berlaku kaidah-kaidah hukum intern dari dua sistem hukum yang berbeda.
- Pandangan yang beranggapan bahwa suatu perkawinan dianggap sebagai perkawinan campuran apabila para pihak berbeda ke- warganegaraan/ nasionalitasnya.
Berdasarkan Pasal 57 UU Perkawinan, Perkawinan Campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam masa perkawinan sering kali terjadinya percekcokan/ perselisihan, dan percekcokan/ perselisihan tersebut berujung pada perceraian.
Perceraian yang terjadi pada perkawinan campuran dapat menempuh Khusus pasangan yang beragama Islam maka pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Agama, namun untuk yang selain yang beragama Islam maka yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri.
Pada UU Peradilan Agama diterangkan jika Cerai Talak yang mengajukan perceraian adalah Suami sebagai Pemohon dan Istri sebagai Termohon. Jika Cerai Gugat yang dilakukan oleh istri, istri sebagai Penggugat dan suami sebagai Tergugat.
Kompetensi Pengadilan Agama yang berwenang mengadili dalam hal Cerai Talak adalah ditempat kediaman Istri/ Termohon, namun jika Istri berada diluar negeri maka yang berwenang kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon/Suami. Jika Perceraian dilakukan atas Cerai gugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama ditempat kediaman domisili Istri/ Penggugat. Namun jika Suami dan Istri sama-sama berada diluar negeri Pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan (lex Loci Celebratioan) atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (vide Pasal 66 ayat (4) dan Pasal 73 (3) UU Peradilan Agama).
[1] Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu, Bayu Seto Hardjowahono, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006 hlm 275