Ada beberapan kalangan masyarakat ataupun pebisnis sering kali memandang remeh posisi dari pendapat hukum (legal opinion) atau bahkan merasa tidak membutuhkan. Tidak jarang orang awam mengartikan jika kebutuhan pendapat hukum ketika saat seseorang sedang berhadapan dengan hukum dan akan disidangkan di meja hijau, disitulah baru bertanya mencari informasi dengan lawyer atau akademisi hukum dan meminta legal opinion. Padahal posisi legal opinion yang dibuatkan oleh ahli hukum atau lawyer pada saat persidangan (pledoi/gugatan) seringkali sangat berbeda pendapat hukumnya dengan pendapat hukum dari hakim yang mengadili didalam putusan perkara. Karena hakim memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili berdasarkan dua alat bukti dan keyakinan hakim tersebut.
Seseorang yang sekedar bertanya permasalahan hukum dengan lawyer itu disebut konsultasi hukum, sedangkan dengan legal opinion (pendapat hukum) harus dibuat dalam bentuk tertulis. Legal opinion adalah istilah yang dikenal dalam sistem hukum Common Law (anglo Saxon), sedangkan dalam sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) dikenal dengan istilah legal critics yang dipelopori oleh aliran kritikus hukum[1].
Menurut Prof Agus Yudha Hernoko, legal opinion (pendapat hukum) disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang dapat ditelusuri/dikaji/di uji secara akademis maupun praktis[2]. Legal opinion merupakan karya ilmiah dari ahli hukum atau professional hukum.
Menurut Henry Campbell Black dalam Edisi Ketujuh Black’s Law Dictionary (1999: 1120), legal opiniom diartikan sebagai: “A written document in which an attorney provides his or her understanding of the law as applied to assumed facts. The attorney may be a private attorney or attorney representing the state or other governmental entity”. A party may entitled to rely on a legal opinion, depending on factors such as the identity of the parties to whom the opinion was addressed and the law governing these opinion. (Sekumpulan dokumen tertulis yang dijadikan padanan aplikasi bagi para pengacara atau pengertian pendapat hukum yang berkaitan dengan berbagai masalah hukum dari para pihak terkait sesuai dengan fakta-faktanya. Seorang pengacara bisa saja secara pribadi mewakili berbagai aspek peraturan institusi hukum yang mengatur tentang hal itu. Salah satu pihak berhak untuk meyakinkan pendapat hukum, tergantung dari faktor-faktor identitas para pihak terkait yang dibuat oleh seorang pengacara melalui pendapat hukum dan undang-undang yang mengaturnya)[3].
Objek dari legal opinion itu timbul dari adanya suatu fenomena atau polemik yang sangat dilematis yang disebabkan dari implikasi hukum itu sendiri, serta mempunyai akses yang sangat luas di dalam masyarakat, sehingga diperlukan suatu bentuk penjabaran yang konkret, aktual, dan faktual, untuk mengeliminasi topik persoalan yang menjadi pergunjingan tersebut di dalam masyarakat[4]. Dengan singkat, objek Legal Opinion adalah permasalahan hukum tersebut yang ingin diminta pendapat hukumnya untuk metode atau skema penyelesaian hukumnya.
Menurut hemat penulis, Legal opinion ini dapat dipergunakan sebagai Upaya Preventif dan Upaya Protection. Pertama, Upaya preventif berupa suatu tindakan pencegahan atau tindakan pengantisipasian terhadap potensi permasalahan hukum yang akan terjadi kemudian. Misalnya suatu Perusahaan A di Indonesia yang hendak melakukan rencana kerjasama perdagangan ekspor nikel dengan Perusahaan B (Perusahaan asing), Perusahaan A meminta legal opinion kepada lawyer untuk mengkaji aspek hukum terkait dengan rencana kerjasama tersebut, apakah kontrak hukumnya dapat diterima ataukah bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Disinilah peran legal opinion untuk dipergunakan oleh pengambil kebijakan di Perusahaan A dengan mempertimbangkan aspek hukum. Kedua, Upaya Protection yakni Upaya untuk melindungi agar subjek hukum tersebut dapat terhindar dari permasalahan hukum (red: taat hukum). Misalnya, dalam setiap bisnis selalu memiliki risiko hukum, oleh karena itu pengusaha yang akan melakukan kerjasama perdagangan ekspor nikel melihat dengan jeli mulai dari kontrak Kerjasama apakah menguntungkan atau malah merugikan jika dilakukan. Atau misalnya contoh kasus Perusahaan X kerjasama memberikan pinjam modal bisnis senilai 100 milyar rupiah kepada Perusahaan Y, namun jika uang pinjaman tersebut tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, maka akibat hukumnya seperti apa, permasalahan ini apakah termasuk wanprestasi atau penipuan. Jika wanprestasi maka dilakukan gugatan hukum keperdataan, sedangkan pidana merupakan suatu tindak pidana.
Pada penulisan legal opinion diharuskan dibuat dalam bentuk tertulis, karena mempermudah penyampaian dan pertanggung jawaban dari pembuat legal opinion, didalam penulisan legal opinion tidak ada standar baku, penulisannya sesuai dengan kebutuhan dan kebiasan ahli hukum atau lawyer. Menurut AF Abraham Amos, kertas kerja pendapat hukum sejogjanya memuat pokok permasalahan sebagai berikut[5]:
- Tentang Kronologisnya;
- Tentang Duduk Permasalahannya;
- Tetang Peraturan Hukumnya;
- Tentang Hubungan Kausalitasnya;
- Tentang Klaim Hukumnya;
- Tentang Penyelesaian Masalahnya;
Menurut James j Fuld mengidentifikasi setidaknya empat prinsip umum dalam legal opinion yaitu sebagai berikut[6]:
- Cakupan Legal Opinion
Prinsip ini menegaskan bahwa legal opinion yang disusun harus jelas cakupan isu hukumnya, tujuan yang dikehendaki klien, dan kemungkinan rekomendasi yang diharapkan. Dengan demikian, ini sejalan dengan sifat dari luaran legal opinion yang spesifik dan praktikal.
- Diksi atau Pemilihan Kata yang Tepat dalam Legal Opinion
Penyusunan legal opinion harus memperhatikan bahasa (pilihan kata, diksi) yang digunakan dengan saksama. Oleh karena menjadi dokumen hukum yang seharusnya dimengerti oleh pihak lain, maka harus menyesuaikan bahasa atau redaksi legal opinion-nya dengan taraf kebahasaan klien dan sasaran pembaca lainnya.
- Asumsi-Asumsi Dasar yang Dapat Diajukan terhadap Isu Hukum Utama
Asumsi dasar di sini meliputi permasalahan ketidakadilan, adanya prosedur hukum yang kemungkinan terlewati atau bahkan mal-prosedural, identifikasi kepentingan klien, relasi kepentingan individu (keperdataan) dengan aspek publik, dan sebagainya.
- Penelaahan (Investigations) yang Diperlukan sebelum Menyimpulkan Pandangan Akhir
Dalam menyusun legal opinion, perlu menelusuri hal-hal yang menjadi episentrum pembahasan atau penelaahannya. Penelusuran nantinya akan mengumpulkan data-data primer, fakta-fakta hukum, norma hukum terkait, serta relevansi telaah dengan output yang diharapkan.
Penulis mencoba berbagi dalam menentukan sistematika penulisan legal opinion, berikut sistematika yang penulis rangkum:
- Pendahuluan
Pada penulisan pendahuluan, disebutkan pihak yang membuat legal opinion, dan ditujukan pada siapa dan legal opinion ini dibuat dalam rangka untuk permasalahan hukum apa.
- Kasus Posisi
Berupa kronologis permasalahan hukum, menguraikan fakta-fakta hukum, kesampingkan narasi yang bukan fakta hukum.
- Legal Issue (isu hukum)
Masalah atau isu hukum dirumuskan secara tepat.
- Penelusuran Aturan Hukum (rule)
Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan yang paling tepat dan relevan serta masih berlaku.
- Analisis Hukum
Menganalisa permasalahan hukum sesuai dengan fakta dan diuji dengan aturan hukum, sehingga membuat titik terang penyelesaian permasalahan hukum yang dikaji.
- Kesimpulan
Berupa hasil dari fakta-fakta yang dianalisis berdasarkan aturan hukum.
- Rekomendasi
Siftanya hanya alternatif, misalnya jika pembuat legal opinion memberikan saran, jika kliennya dapat melakukan Upaya hukum atau misalnya hendaknya Kerjasama tersebut tidak dilakukan karena memiliki risiko hukum yang tinggi.
- Penutup
Disampaikan oleh pembuat legal opinion dengan disertai tandatangan pembuat legal opinion.
[1] St Laksanto Utomo da Lenny Nadriana, dikutif dari Habib Adjie, Memahami dan Membuat Pendapat Hukum (legal Opinion) Kenotariatan, Bandung, Refika, 2024. Hlm 4.
[2] Agus Yudha Hernoko, disampaikan pada pelatihan legal opinion bacth 3, tanggal 22 November 2024, yang diselenggarakan oleh Jimly School Law and Government.
[3] Hamzah Salim, Cara Praktis Memahami & Menyusun Legal Audit & Legal Opinion, Jakarta, Kencana, 2015, hlm 201.
[4] Opcit,hlm 202.
[5] Lihat Hamzah Halim, Opcit hlm 265-266.
[6] Habib Adjie, Memahami dan Membuat Pendapat Hukum (Legal Opinion) Kenotariatan, Bandung, Refika, 2024, hlm 5-6