Oleh : Asriyadi Tanama, S.H.
Advokat/Konsultan Hukum
Pandemi Covid-19 menimbulkan banyak permasalahan. Selain permasalahan kesehatan, Covid-19 juga menimbulkan dampak lain salah satunya permasalahan ekonomi dan sosial. Selama masa pandemi, banyak usaha yang tutup, kalaupun usaha tetap berjalan banyak perusahaan melakukan pembatasan sehingga banyak karyawan yang dirumahkan. Kehidupan normal baru membuat manusia harus beradaptasi.
Selama masa adaptasi, bagi pasangan yang sudah menikah ternyata menimbulkan permasalahan tersendiri. Mulai dari ekonomi karena salah satu pasangan di PHK perusahaannya sehingga tidak mempunyai penghasilan, hingga permasalahan kebosanan karena terlalu sering bertemu hingga permasalahan lain seperti kekerasan dalam rumah tangga, dll. Permasalahan rumah tangga sering berujung pada perceraian. Hingga tidak aneh apabila melihat pengadilan agama di banyak tempat menjadi penuh selama masa pandemi.
Perceraian sering kali menjadikan perempuan sebagai korban, pihak yang paling lemah dan rentan karena budaya patriarki yang masih kental di banyak tempat. Di banyak kasus perempuan seringkali menjadi objek penderita. Oleh karena itu, saya meyakini perlu dilakukan kajian singkat apa sebenarnya yang menjadi hak-hak perempuan dalam perceraian di pengadilan agama.
Ketentuan Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian”. Dalam ketentuan itu, terdapat dua terminologi yang bisa memutuskan perkawinan, yakni talak dan gugat. Keduanya memiliki sejumlah karakteristik dan perbedaan.
Secara sederhana, untuk memahami cerai talak dan cerai gugat dapat dilihat dari adanya inisiatif antara suami atau istri untuk mengajukan perkara perceraian ke Pengadilan Agama. apabila inisiatif tersebut berasal dari suami, maka disebut cerai talak, dimana kedudukan suami adalah sebagai pemohon dan istri sebagai termohon. sebaliknya, apabila inisiatif tersebut muncul dari istri maka disebut cerai gugat, dimana kedudukan istri disebut sebagai Penggugat dan suami disebut sebagai Tergugat.
Permohonan cerai talak diuraikan dalam ketentuan Pasal 129 KHI yang berbunyi:
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.”
Sedangkan ketentuan mengenai cerai gugat diuraikan dalam ketentuan Pasal 132 ayat (1) KHI yang berbunyi :
“Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.”
Secara umum, berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 jo PERMA No. 3 Tahun 2017 jo SEMA No. 1 Tahun 2017 Jo. SEMA No. 3 tahun 2018 jo SEMA No. 2 Tahun 2019 jo Kompilasi Hukum Islam dapat ditemukan setidaknya terdapat hak-hak yang dapat dimintakan oleh perempuan baik dalam proses perceraian dan/atau pasca perceraian antara lain :
- Mut’ah yang layak bekas suaminya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut Qabla al dukhul
- Nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi thalak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
- Pelunasan mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila Qabla al dukhul
- Biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum berumur 21 tahun
- Nafkah lampau istri, apabila selama perkawinan tersebut, suami tidak memberi nafkah
- Nafkah Lampau anak
- Harta bersama, dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam
- hak hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 tahun
- Pembagian gaji untuk perceraian PNS
Hak-hak tersebut dapat dimintakan oleh seorang istri baik pada saat perkara perceraian berlangsung di Pengadilan Agama dan/atau dapat diajukan dikemudian hari pasca perkara perceraian diputus dan telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, penting diperhitungkan tentang hak-hak apa saja yang dimintakan selama proses perceraian berlangsung dan hak-hak mana saja yang dimintakan dikemudian hari. hal tersebut untuk menghindari suatu perkara perceraian yang berlarut-larut di Pengadilan.