Oleh : Hardiansyah, S.H., M.H. / Advokat
Tidak jarang atau bahkan sering kali ketika para ahli waris setelah meninggalnya orang tua (ibu/ bapak/ pewaris) mendapati jika akan dilakukan pemberesan atau pembagian harta warisan, mendapati asset milik pewaris dikuasai oleh pihak ketiga, lalu upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh para ahli waris? Apakah para ahli waris memiliki legal standing untuk menggugat?
Para ahli waris dapat melakukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap pihak ketiga dengan dasar menguasai objek waris tanpa hak yang tentunya merugikan para ahli waris. Bahwa atas objek waris tersebut masih kepemilikan Hak Bersama para ahli waris. Tentunya dasar klaim dan kepemilikan objek waris disertai dengan bukti-bukti kepemilikan yang sah.
Para ahli waris memiliki hak dan kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan, apakah seluruh ahli waris yang akan melakukan gugatan atau hanya Sebagian ahli waris yang hanya melakukan gugatan, tentunya terdapat beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia yaitu :
- Putusan MARI No. 64 K/ Sip/ 1974, tanggal 01 Mei 1975
“Walaupun tidak semua ahli waris turut menggugat, tidaklah menjadikan batalnya atau tidak sahnya surat gugatan itu, sebab sebagai ternyata dalam surat gugatan para Penggugat/ Terbanding semata-mata menuntut tentang haknya. (Mahkamah Agung berpendapat, Para Tergugat dalam Kasasi/ Penggugat- penggugat Asal hanya menuntut barang- barang dari warisan yang telah dihibahkan pada mereka pada waktu alm. Haji Bustami masih hidup, dal mana tidak bertentangan dengan hukum ) dan tidak ternyata ada intervensi dari ahli waris lainnya, lagi pula para Penggugat Terbanding tidaklah minta untuk ditetapkan sebagai satu-satunya ahli waris dari alm. H. Bustami (Hari Sasangka, Perbanding HIR dengan RBG disertai Yurisprudensi MARI dan Kompilasi Peraturan Hukum Acara Perdata, hlm 21-22. Bandung: 2005.); - Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 2/Yur/Pdt/2018 (Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2018, hlm 6-7)
Terhadap permasalahan ini pada tahun 1959 yaitu dalam perkara Marulak Simanjuntak vs Johannes Simanjuntak No. 244 K/Sip/1959 tanggal 5 Januari 1959 pernah memutus bahwa dalam hal obyek sengketa merupakan harta warisan yang dikuasai pihak ketiga tidak dipersyaratkan seluruh ahli waris menjadi pihak baik sebagai penggugat maupun turut tergugat. Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung telah menyatakan:
Gugatan untuk penyerahan kembali harta warisan yang dikuasai oleh seseorang tanpa hak, dapat diterima walaupun dalam gugatan ini tidak semua akhli waris turut serta ataupun disertakan (i.c. saudara kandung penggugat tidak ikut serta ataupun diikut sertakan), karena tergugat dalam hal ini tidak dirugikan dalam pembelaannya.
Sikap Mahkamah Agung tersebut kembali ditegaskan dalam putusannya No. 439 K/Sip/19691 tanggal 8 Januri 1969 yaitu dalam perkara Paria Sinaga dkk vs Japet Sinaga. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan:
Bahwa keberatan ini pula tidak dapat dibenarkan, karena tuntutan tentang pengembalian barang warisan dari tangan pihak ketiga kepada para ahli waris yang berhak tidak perlu diadjukan oleh semua ahli waris.
Pertimbangan yang demikian diperkuat lagi oleh Mahkamah Agung dalam putusannya No. 516 K/Sip/1973 tanggal 25 Nopember 1975 antara David Reinhard vs Ny. Z. Sahusilawane yang menyatakan:
Pertimbangan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena hanya seorang ahhi waris yang menggugat, tidak dapat dibenarkan karena menurut jurisprudensi Mahkamah Agung tidak diharuskan semua ahli waris menggugat.
Berikutnya pada tanggal 11 Mei 2016 dalam putusan No. 2490 K/Pdt/2015 antara Ny. Sartini Rizal vs Hj. Dahniar dkk Mahkamah Agung kembali menegaskan sikapnya, dengan menyatakan:
Bahwa gugatan tentang harta warisan tidak diwajibkan harus seluruh ahli waris menjadi Penggugat dalam gugatan tersebut, cukup salah seorang dari ahli waris saja yang mewakili kepentingan ahli waris yang lainnya, maka kepentingan ahli waris yang lainnya tersebut telah terwakili secara hukum;
Bahwa dalam perkara a quo objek sengketa dikuasai oleh Para Tergugat (pihak diluar ahli waris) sehingga Penggugat tidak perlu mendapat kuasa dari ahli waris yang lain dalam mengajukan gugatan, oleh karena tujuan gugatan adalah mengembalikan objek sengketa dari penguasaan pihak lain kedalam boedel warisan dan menjadi hak Penggugat bersamasama ahli waris yang lain sebagaimana dituntut dalam
petitum gugatan;