Oleh Hardiansyah S.H.,M.H
Advokat/ Konsultan Hukum
Kita sering mendengar ungkapan permasalahan adanya “Konflik Tanah”, misalnya perselisihan batas tanah, atau tanah milik yang kemudian telah beralih kepada pihak lain tanpa diketahui oleh si Pemilik Tanah, atau bahkan diatas sebidang tanah ternyata ada beberapa pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah. Tentunya persoalan ini akan menjadi konflik/ perselisihan dan akan berimplikasi hukum. tidak jarang mereka akan saling lapor ke polisi atau saling menggugat kepengadilan.
Tentunya kita harus memahami bagaimana Jual beli tanah yang dilindungi secara hukum?
Hak atas tanah berdasarkan hukum positif di Indonesia terbagi atas :1) Hak Milik, 2) Hak Guna Usaha, 3) Hak Guna Bangunan, 4) Hak Pakai, 5) Hak Pengelolaan.
Proses peralihan berdasarkan jual beli hak atas tanah yakni Pihak Penjual selaku Pemilik Tanah menyerahkan tanah miliknya kepada Pihak Pembeli dengan sejumlah harga yang telah disepakati, maka sejak saat itu telah beralih kepemilikannya.
Syarat sahnya jual beli hak atas tanah yang perlu diperhatikan:
- Syarat Materil
- Penjual: merupakan pihak yang berhak dan berwenang atas tanah tersebut serta tercantum dalam bukti kepemilikan hak atas tanah (sertifikat). Jika tanah tersebut merupakan warisan, harus dipastikan jual beli telah disetujui oleh seluruh ahli waris. Jika penjualnya suami/ istri maka harus ada persetujuan dari suami/ istri (harta bersama).
- Pembeli: WNI dan dapat bertindak secara hukum (dewasa).
- Syarat Formil
Pembeli Beritikad Baik sebagaimana yang dijelaskan didalam Rumusan Kamar Perdata SEMA No. 4/ 2016 menerangkan:
- Pembelian Tanah dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diwilayah objek tanah tersebut, dengan diterbitkan Akta Jual Beli (AJB).
- Apabila objek tanah belum terdaftar/ Tanah Milik Adat yang dilaksanakan menurut hukum adat yaitu:
– dilakukan secara tunai dan terang (di hadapan / diketahui Kepala Desa/Lurah setempat).
– didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
-Pembelian dilakukan dengan harga yang layak. - Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang diperjanjikan antara lain:
– Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;
– Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau;
– Tanah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan, atau;
– Terhadap tanah yang bersertifikat, telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
Sumber Referensi:
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hakatas Tanah, 2010, Jakarta.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria
SEMA No. 4/ 2016