oleh : Ahmad Rizki Nurfadillah, S.H.
Seperti halnya perkawinan yang menimbulkan konsekuensi mulai dari aspek hukum yang mengatur hubungan suami istri, aspek ekonomi, dan sebagainya, Harta bersama muncul bersamaan atau sebagai hasil dari perkawinan. Bercampurnya harta dalam perkawinan adalah konsekuensi dari perikatan yang secara bersamaan juga menimbulkan akibat hukum berupa tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh pihak yang menikah. Perdebatan antara harta bawaan dan harta bersama menjadi sangat penting ketika perkawinan berakhir. Pada kesempatan ini, penulis berusaha mengurai dari sudut pandang ekonomi. Aspek ekonomi dalam kehidupan rumah tangga tidak dapat dihindari, terlebih lagi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan harus dipenuhi untuk menjalani kehidupan yang layak. Untuk memenuhi kebutuhan, peran keduanya saling melengkapi.
Seringkali perselisihan mengenai harta tidak dapat dihindari, bahkan terjadi dalam masa terikat perkawinan, terlebih ketika suami istri sudah tidak ada lagi kecocokan diantara keduanya. Faktor masalahnya beragam, perbedaan pendapatan adalah salah satu faktor masalah yang paling umum. Pengeluaran (cost) tinggi tidak dibarengi dengan pendapatan yang cukup, belum lagi hadirnya pihak ketiga ditengah kesulitan menambah memperburuk situasi rumah tangga yang mengakibatkan retaknya rumah tangga hingga berujung perceraian.
Pengaturannya seperti apa?
Perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga timbul hubungan dalam perkawinan tersebut terutama harta perkawinan. Harta perkawinan merupakan masalah yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan suami-istri, khususnya apabila terjadi perceraian.
Perceraian merupakan tanda berakhirnya suatu ikatan perkawinan, memberikan dampak pada kehidupan setelahnya terutama keberlangsungan anak-anaknya. Bagaimana tidak, pasca perceraian tersebut seringkali anak-anak menjadi pihak yang dirugikan. Pada perjalanannya perselisihan tersebut serigkali ke meja persidangan. Hal ini dikarenakan masih minimnya pemahaman akan harta bawaan dengan harta bersama, padahal diantara keduanya terdapat perbedaan yang signifikan. Apabila kita merujuk pada Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata maka terlihat perbedaan antara harta bawaan dan harta bersama adalah dari waktu perolehannya sebelum atau sesudah perkawinan.
Pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan yang intinya bahwa harta bersama/harta gono-gini adalah harta yang didapat selama ikatan pernikahan.
KUHPerdata Pasal 119, dijelaskan bahwa yang maksud dengan harta bersama yaitu harta yang awal saat dimulainya pernikahan, maka menurut aturan hukum terbentuk harta bersama antara suami dan istri, selama terhadap hal itu tidak diadakan sebuah ketentuan-ketentuan lain dalam sebuah kontrak perkawinan. Harta bersama itu, selama ikatan perkawinan berlangsung, tidak boleh dihilangkan atau diubah dengan sebuah persetujuan antara suami istri
Sedangkan untuk warisan dan hadiah masuk kedalam harta bawaan meskipun didapatkan atau diperoleh pada saat perkawinan, terlebih adanya penegasan dalam Pasal 35 ayat 2 UU Perkawinan jo Pasal 87 ayat 1 KHI menyatakan “lawan dari harta bersama yaitu harta bawaan adalah harta dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”
Lantas, perbedaannya seperti apa?
Pentingnya memahami perbedaan antara harta bawaan dengan harta bersama, karena akan memberikan dampak hukum dikemudian hari bukan hanya antara suami istri saja, tetapi dengan pihak ketiga yang akan mengadakan hubungan hukum dengan suami istri. Kita bisa melihat perbedaannya dari tempo atau waktu mendapatkan harta, dalam harta bawaan itu dimiliki dan dihasilkan sebelum terjadinya perkawinan, sedangkan harta bersama timbul setelah ikatan perkawinan.
Harta bersama adalah harta benda apa saja yang dihasilkan atau didapatkan secara bersama-sama oleh pasangan suami-istri selama dalam waktu/tempo ikatan pernikahan, kecuali yang mereka dapat/peroleh sebagai sebuah warisan ataupun pemberian khusus bagi salah seorang diantara suami-istri. Sedangkan Harta bawaan merupakan harta yang sudah dimiliki oleh masing-masing pasangan suami-istri yang didapat sebelum mereka berdua melaksanakan pernikahan, baik yang didapat berasal dari sebuah warisan, hadiah, hibah atau usaha suami-istri masing-msing. Harta bawaan semacam ini bukan termasuk dalam kritria harta bersama.
Apabila perkawinan dilakukan sebelum berlakunya UU Perkawinan maka saat perkawinan tersebut telah terjadinya pencampuran harta diantara keduanya, pencampuran tersebut dinamakan harta bersama. Namun, jika dikemudian hari terjadi perceraian maka harta tersebut harus dibagi sama besar baik adanya keuntungan atau kerugian yang dialami keduanya selama perkawinan berlangsung. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 119 KUHPerdata: “Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami dan istri.”
Pada pasal lain adanya pengaturan pengecualian mengenai harta ini dikarenakan apabila terjadi perceraian diantara keduanya berhak atas harta-harta yang telah disepakatinya, bentuk dari kesepakatan tersebut dengan membuat “Perjanjian Pisah Harta” melalui Perjanjian Perkawinan yang termuat dalam Pasal 139 KUHPerdata: “Dengan mengadakan perjanjian perkawinan, kedua calon suami istri adalah berhak menyiapkan beberapa penyimpangan dari peraturan undang-undang sekitar persatuan harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik atau tata tertib umum dan asal diindahkan pula segala ketentuan di bawah ini.”
Setelah apa yang diuraikan diatas, perbedaannya terlihat jelas dan dapat membedakan mana yang menjadi harta bersama dan mana yang menjadi harta bawaan dilihat dari waktu perolehan harta apakah sebelum pernikahan atau selama masa pernikahan.