Oleh : Asaad Ahmad, S.H.
Advokat/Konsultan Hukum
Belum lama ini ramai pemberitaan di media massa bahwa musisi Jr dilaporkan atas dugaan pengancaman secara online. Banyak yang bertanya-tanya, apakah bisa sebuah pengancaman dilakukan secara online? Dapatkan seseorang dipidana atas dugaan pengancaman yang dilakukan tidak secara langsung? Tanpa bermaksud mendahului proses pemeriksaan oleh pihak penyidik dan seterusnya, saya akan coba mengulas mengenai pengancaman secara online dalam artikel ini.
Secara khusus, pengancaman secara online dimuat dalam dalam Pasal 29 Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Untuk itu, berdasarkan ketentuan pasal ini setiap orang dilarang untuk mengirimkan pesan dalam bentuk digital yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, jo Nomor 154 Tahun 2021, jo Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (SKB UU ITE).
Dalam SKB UU ITE disebutkan bahwa Pasal 29 UU ITE dititikberatkan pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti melalui sarana elektronik yang ditujukan secara pribadi. Oleh karena itu, perbuatan yang harus dilakukan adalah mengirimkan pesan sesuatu, dalam pesan tersebut harus berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti, dan pesan tersebut harus ditujukan kepada orang pribadi.
Pengancaman dapat berbentuk pesan, surat elektronik, gambar, suara, video, tulisan, dan/atau bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik lainnya. Seperti dijelaskan diatas objek atau alat untuk menakut-nakuti atau ancaman kekerasan tersebut berupa pesan yang dikirimkan secara elektronik, pesan tersebut dapat berbentuk surat elektronik, gambar, suara, video, tulisan, dan/atau bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik lainnya. Jadi, tidak harus berupa pesan tertulis, bisa saja ancaman tersebut berupa video yang berisi ancaman pembunuhan, ataupun voice recorder yang berisi makian dan ancaman untuk memukul, dll.
Bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dikirim berupa ancaman kekerasan, yaitu menyatakan atau menunjukan niat untuk mencelakakan korban dengan melakukan kekerasan secara fisik maupun psikis. Jadi seperti dijelaskan diatas pesan yang berisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dikirimkan harus memuat ancaman kekerasan. Ancaman tersebut bisa saja ancaman akan dipukul, atau akan dibunuh, dll yang mengancam tidak hanya fisik korban, namun juga bisa menyerang secara psikis, yang membuat korban menjadi ketakutan akan ancaman tersebut.
Ancaman tersebut berpotensi untuk diwujudkan, meskipun hanya dikirimkan 1 (satu) kali. Ancaman tersebut harus bersifat nyata dan ada potensi untuk diwujudkan. Tidak bisa ancaman yang tidak masuk akal, misalnya seorang pelajar mengancam akan meledakan temannya dengan bom atom seperti di film power rangers yang dikirimkan melalui facebook messenger kepada gurunya, ancaman tersebut tidak bersifat nyata dan tidak perlu sampai di proses hukum, cukup gurunya memberikan pengertian kepada anak tersebut.
Sasaran ancaman atau korbannya harus spesifik, ditujukan kepada pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda. Ancaman kekerasan yang dikirimkan harus menyerang fisik atau mengancam jiwa seseorang, tidak bisa mengancam akan merubuhkan atau menghancurkan property, merusak kendaraan korban, harus yang mengancam jiwa seperti akan dibunuh, ditusuk, diculik, dll.
Ketakutan dapat terjadi kepada pribadi, kelompok, keluarga maupun golongan. Ketakutan tersebut tidak hanya dialami orang pribadi, bisa saja orang lain yang dekat, atau kelompok orang. Misalnya, seorang pemuka agama diancam akan dibunuh, ketakutan bisa saja menyerang tidak hanya pada dirinya, namun juga jamaahnya sehingga bisa saja jamaahnya melaporkan adanya pengancaman tersebut. Atau orang tua yang mendapatkan terror berupa penculikan anaknya, ancaman tersebut tidak secara langsung pada dirinya namun orang lain yang masih bagian dari keluarganya dan ia mungkin merasa ketakutan dan menjadi trauma sehingga ia bisa saja melapor ke aparat kepolisian.
Dampak ketakutan harus dibuktikan secara nyata antara lain adanya perubahan prilaku. Harus ada saksi untuk menunjukan adanya fakta bahwa korban mengalami ketakutan atau tekanan psikis. Untuk membuktikan ancaman tersebut nyata harus dibuktikan antara lain adanya perubahan prilaku korban, ketakutan ini harus nyata agar dapat difilter tidak semua orang bisa melaporkan adanya pengancaman secara online ini. Jangan sampai hanya karena ribut sepele antar tetangga saling melaporkan dugaan pengancaman karena diancam dipukul, dll. Untuk itu dibutuhkan ahli psikologi yang menilai apakah laporan tersebut layak untuk diproses atau tidak, apakah si korban benar-benar ketakutan atau tidak.
Pasal 29 UU ITE ini merupakan delik umum, dan bukan delik aduan. Bukan harus korban sendiri yang melapor. Dengan dimasukannya Pasal 29 UU ITE ini kedalam jenis delik umum memungkinkan siapa pun, tidak terkecuali korban, dapat melaporkan dugaan pidana pengancaman online ini kepada pihak aparat penegak hukum. Oleh karenanya perlu ada kehati-hatian oleh aparat penegak hukum dalam menentukan tindak pidana pengancaman secara online, jangan sampai korban dan pelaku sebenarnya tidak ada masalah apa-apa namun ada pihak ketiga yang melihat dan melaporkan malah membuat keadaan kisruh.
Selain delik materil diatas, secara formil ketentuan pemidanaan pengancaman secara online diatur dalam Pasal 45B UU ITE yang berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Oleh karena itu, sebuah pengancaman dapat dilakukan meskipun dilakukan secara online dan tanpa ada pengancaman secara langsung. Dan oleh karenanya, setiap orang dapat dipidana apabila melakukan pengancaman meskipun tidak dilakukan secara langsung atau menggunakan media digital. Untuk itu, kita perlu berhati hati dalam menggunakan media sosial ataupun media online lainnya, karena kita dapat dipidana apabila tidak hati-hati dalam menggunakan kata-kata, mengingat delik dalam Pasal 29 UU ITE bersifat delik umum yang artinya setiap orang dapat melaporkan. Jangan sampai menurut kita Bahasa tersebut hanya bercanda namun diartikan lain oleh orang lain yang bahkan mungkin bukan lawan bicara kita dan ditafsirkan sebagai pengancaman, kita dapat dilaporkan oleh orang lain tersebut. Bijaklah dalam menggunakan Media Sosial.